| | |
Habib Mundzir mengingatkan pesan yang pernah disampaikan oleh Nabi SAW bahwa bumi ini akan damai dan sejahtera bila dipenuhi para ahli sujud. Selasa pagi (15/2), Majelis Rasulullah SAW, pimpinan Habib Mundzir Al-Musawa, kembali menggelar hajatan akbar tahunan di Lapangan Silang Monas Jakarta Pusat. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, 12 Rabi`ul Awwal, ini mengambil tema Dzikir Akbar dan Doa untuk Bangsa, Maulid Nabi SAW Terbesar di Dunia. Maulid kali ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting bangsa, baik ulama maupun umara. Memang, hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Habib Mundzir, "Majelis ini dihadiri oleh orang-orang yang cinta kepada Rasulullah, dari rakyat jelata hingga pemimpin paling tinggi di negeri ini." Selain Presiden RI Prof. Dr. Susilo Bambang Yodoyono, hadir pula Wakil Presiden Prof. Dr. Budiono, Mensesneg Sudi Silalahi, Gubernur DKI Jakarta Dr. Ing. Fauzi Bowo, dan lain-lain. Adapun dari kalangan ulama antara lain hadir Mbah Idris, pemimpin Ponpes Lirboyo Kediri, Habib Sofyan Baseban, Habib Hud bin Muhammad Bagir Al-Attas, termasuk tokoh-tokoh lain, bahkan dari Papua. Dalam taishiyahnya, Habib Mundzir antara lain mengungkapkan, "Dikisahkan dalam Shahih Al-Bukhari, terdapat seorang faqir yang sangat merindukan untuk dapat mengundang Rasulullah SAW ke rumahnya. Namun, harapan itu hanya terpendam dalam hatinya karena merasa tidak ada sesuatu yang layak disuguhkan bagi Nabi apabila beliau bersedia datang. Suatu hari, si faqir mendapatkan sedekah berupa makanan yang sangat istimewa, bubur daging yang sangat lezat. Mendapat sedekah itu, tidak sedikit pun terpikir olehnya untuk memakannya meskipun dalam hidupnya tidaklah mudah menikmati makanan selezat itu. Hanya Rasulullah yang terbersit dalam benaknya. Ia bermaksud mengundang beliau untuk datang ke rumahnya. Si faqir sudah membayangkan alangkah bahagiannya bila Nabi bersedia datang ke rumahnya dan ia suguhkan makanan istimewa itu. Wajahnya berseri dan senyum pun terus terlihat dari bibirnya. Hatinya tak henti-hentinya menyebut Nabi. Langkahnya diayun dengan sangat berat menuju kediaman Nabi. Malu, karena merasa tak pantas, dan harapan yang terlalu mendalam dan lama terpendam bercampur menjadi satu dalam benaknya. “Pantaskah seorang nan teramat faqir sepertiku mengundang Nabi, Rasulullah, manusia pilihan, sebaik-baik makhluk, untuk mendatangi rumahnya yang hanya berbentuk gubuk kecil dan sempit itu?” Pertanyaan semacam itu terus muncul dan berkecamuk dalam benaknya. Namun, kerinduan dan harapan agar rumahnya disinggahi manusia paling mulia tak dapat menyurutkan langkahnya, terlebih lagi ia merasa, “Sekaranglah saatnya mengundang Rasulullah karena sudah tersedia makanan yang istimewa.” Tibalah si faqir di hadapan Nabi. Ia mengutarakan niatnya di hadapan Rasulullah yang penuh kasih sayang itu. Dengan senyum yang menenteramkan hati siapa pun yang berada di hadapan beliau, Nabi menyambut undangan si faqir itu dengan wajah yang berseri-seri. Setelah tiba di rumah si faqir, Nabi pun duduk dengan beberapa sahabat yang turut mendampingi. Dengan setengah tergopoh-gopoh si faqir menyuguhkan bubur daging yang sudah tersedia sedari sebelumnya ke hadapan Nabi agar beliau berkenan menikmatinya. Dengan wajah berseri-seri Nabi pun mengulurkan tangan beliau yang suci untuk mencicipi hidangan yang sudah tersedia. Tiba-tiba seorang sahabat berbisik kepada beliau, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya makanan yang ada di hadapan engkau adalah berasal dari sedekah, yang diharamkan untukmu." Si faqir, yang mendengar bisikan sahabat kepada Rasulullah, tiba-tiba wajahnya memerah, karena menahan malu dan sangat terpukul, karena menganggap Nabi tidak akan mungkin bersedia menyantap hidangan yang ia telah suguhkan. Melihat wajah si faqir yang memerah itu, Nabi tersenyum. Hatinya tak mampu melihat kekecewaan umatnya. Beliau kemudian berkata kepada sahabat itu, "Wahai sahabatku, sesungguhnya makanan ini benar sedekah bagi si Fulan. Adapun apa yang diberikan si Fulan (si faqir) ini kepadaku, ini adalah hadiah yang terbaik untukku." Kemudian Nabi pun memakan hidangan itu bersama semua sahabat yang bersama beliau, termasuk si faqir, yang wajahnya kembali ceria karena apa yang diidam-idamkannya benar-benar telah menjadi kenyataan. Selain itu, Habib Mundzir juga mengingatkan pesan yang pernah disampaikan oleh Nabi SAW bahwa bumi ini akan damai dan sejahtera bila dipenuhi para ahli sujud. |
0 comments:
Post a Comment